![]() |
Foto Istimewa |
KARAWANG, PERJUANGAN.COM -- Di tengah desakan musim paceklik, ketika bulir padi belum genap menguning dan roda ekonomi masih berputar lambat, alih-alih bantuan atau solusi, warga Kampung Burandul di Desa Dayeuhluhur, Tempuran, justru disuguhi pemandangan yang mengiris hati: tempat hiburan malam untuk anak-anak di bawah umur.
Lapangan sepak bola Desa Dayeuhluhur, yang seharusnya menjadi ruang bermain bebas dan sarana olahraga, kini menjelma menjadi arena hiburan malam yang menarik perhatian anak-anak.
![]() |
Foto Istimewa |
Para orang tua, dengan beban ekonomi yang sudah menjerat, kini harus dihadapkan pada rengekan buah hati yang terus meminta uang jajan untuk menikmati gemerlap semu tersebut.
"Bagaimana kami tidak mengeluh? Anak-anak kami jadi merengek terus minta uang untuk ke sana," tutur seorang ibu dengan nada getir, menggambarkan dilema yang mendalam.
Mereka bukan hanya khawatir akan pengeluaran tambahan, namun juga masa depan anak-anak yang terancam oleh paparan hiburan malam di usia dini.
Kondisi ini sontak mengundang keprihatinan mendalam dari Tatang Obet, seorang tokoh pemuda Kampung Burandul yang dikenal vokal mengkritisi kebijakan pemerintah. Ia menyayangkan kebijakan Kepala Desa Dayeuhluhur yang seolah menutup mata terhadap dampak negatif dari izin hiburan malam ini.
"Kepala Desa Dayeuhluhur seharusnya bisa mempertimbangkan dampak negatif dengan adanya hiburan malam untuk anak-anak di bawah umur ini. Kemudian BPD sebagai wakil masyarakat juga harus ikut mengawasi dan mendengarkan keluhan rakyatnya," tegas Tatang Obet dengan nada prihatin.
Ia pun mempertanyakan, "Apakah tidak ada jalan lain untuk menggali potensi pendapatan asli desa, selain mengizinkan tempat hiburan di saat ekonomi masyarakat sedang sulit? Di mana hati nurani seorang pemimpin desa?" Pertanyaan ini menggema, mencerminkan kekecewaan mendalam atas prioritas yang keliru di mata masyarakat.
Tatang Obet juga menyinggung kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang telah memberlakukan jam malam bagi pelajar demi menjaga kualitas tidur dan fokus belajar anak-anak. "Ironisnya, di Desa Dayeuhluhur, kepala desanya malah membuat kebijakan dengan mengizinkan hiburan malam untuk anak-anak," ujarnya dengan nada miris.
Kontradiksi ini menunjukkan adanya ketidakselarasan antara kebijakan daerah dengan visi provinsi untuk menciptakan generasi yang lebih baik.
Desakan untuk Pertanggungjawaban dan Pengawasan
Menyikapi hal ini, Tatang Obet tak tinggal diam. Ia mendesak Satgas Pelajar untuk segera turun tangan mengawasi fenomena ini. Lebih jauh lagi, ia menuntut pertanggungjawaban dari pucuk pimpinan provinsi.
"Kami juga bertanya kepada Gubernur Dedi Mulyadi, sanksi tegas apa untuk Kades yang tidak mematuhi aturan yang sudah dibuat Gubernur Jawa Barat?" pungkasnya, menyuarakan harapan agar ada tindakan nyata untuk mengembalikan Desa Dayeuhluhur ke jalan yang benar, demi masa depan anak-anak yang lebih cerah.
Kisah di Kampung Burandul ini bukan hanya sekadar berita, melainkan sebuah panggilan nurani bagi kita semua untuk lebih peka terhadap kondisi di sekitar.
Di balik setiap kebijakan, ada dampak yang bisa merajut senyum atau justru merobek hati. Semoga suara-suara seperti Tatang Obet dapat menggugah kesadaran para pemimpin untuk selalu menempatkan kepentingan masyarakat, terutama anak-anak, di atas segalanya. (rls/ahs).
0 Komentar